Friday, May 20, 2016

Sejarah Kerajaan PEA LANGGE

Asal-usul dari Kerjaan Pea Langge ini adalah sisa-sisa dari kerajaan Barus yang masih setia kepada Raja Malim yang bernama Mutya Raja. Raja Malim pada masa itu bersama para pengikutnya pergi jauh menyingkir dari wilayah Barus dan menyusuri hutan belantaran hingga sampai kedaerah Salak (Sumbul salam sekarang ) setelah tiba disana, lalu mereka membuat perkampungan yang disebut dengan Pea Langge.( sekitar tahun 1360M) Kampung ini di bangun dengan bahan-bahan yang ada ditemukan di daerah Langge seperti; kayu, bambu, ijukdan rotan. Mereka tidak membangun candi-candi karena tidak begitu banyak batu-batuan ditemukan disana tapi mereka tetap membuat patung-patung, seperti patung gajah, kuda, harimau. Dan diprediksi bahwa, orang-orang batak pada saat itu belum mempunyai marga-marga sama sekali. kerajaan Pea Langge ini menbubah rute perdagangannya menjadi kearah utara yang dikuasai oleh kerajaan Pedir-Aceh (Kab. Pidie sekarang) yang menganut agama Budha dan Kedaerah kerajaan Sumatra Timur( daerah pangkalan Brandan, sawit sebrang sekarang ) yang menganut Agama Hindu, karena pelabuhan Barus sudah dikuasaai oleh Musuh.

Pea Langge dipimpin oleh Raja Malim ( Mutya Raja) atau disebut juga Siraja Uti I dan dihormati rakyatnya juga pada waktu itu sebagai Raja Mangalambung. Mangalambung dalam arti harfiahnya diasmpig sebagai Raja Malim dia juga menjabat sebagai SiRajai Jolma ditengah-tengah Rakyatnya karena belum ada Raja Baru yang terpilih. Oleh sebab itu Mutya Raja bersama dengan putrinya pergi menemui SiRaja Batak ke pusuk Buhit dan mengajurkan supaya kerajaan Batak dibentuk kembali. Setelah dua malam beristirahat di Liang Raja pusuk Buhit, maka Mutya Raja mengajak SiRaja Batak ikut dengannya ke Pea Langge untuk membentuk kembali kerajaan Batak yang Baru. Namun SiRaja Batak enggan untuk pulang dia lebih betah tinggal di Pusuk Buhit. Oleh sebab itu Mutya Raja (Raja Uti I) pulang dan berpesan bahwa masa mendatang agar dibentuk kembali kerajaan Batak. Setelah Tiba di Pea Langge, Raja Uti I mensahkan berdirinya kerajaan Pea Langge yang dipimpin oleh Raja Malim Mutya Raja (Raja Uti I/ Raja Utteh ).

Raja Utteh selalu menggunakan Utteh/ jeruk purut dalam upcara keagamaan untuk memohon berkat dari sang Dewata (Debata) yang dipadu degan air bersih dalam mangkok, daun sirih dan pedupaan kemenyan (hamijjon) dan ritual seperti ini masih di warisi orang-orang batak sampai sekarag sebagai budaya dari para Leluhur.


Kerajaan Pea Langge juga meganut sistem pemerintahan yang turun temurun (Dinasti) karena Raja Malim, Mutya Raja ( Raja Uti I) digantikan oleh Raja Malim (Raja Uti II), Raja Uti II digantikan oleh Raja Malim ( Raja Uti) III, Raja Malim III digantikan oleh Raja Malim(Raja Uti IV) dan pada masa pemerintahan Raja Malim (Raja Uti IV) ini, kerajaan Pea Langge diserang kembali oleh kerajaan Negri Fansur dari Barus dan tidak tau apa alasan , mungkin karena perbedaan kepercayaan. Karena sesuai dengan sejarah masuknya Islam ke Negri Batak adalah pada abad ke-13 (tahun 1345M). Perang ini banyak sekali memakan korban dan dalam waktu yang sangat lama.

Sesuai dengan sejarah munculnya sejata api pada abad ke-9 sampai ke-14M yang ditemukan oleh bangsa China dengan meggunakan bubuk mesiu dan dikembangkan oleh Al-Rahmah (bangsa Arab), sesuai dengan cerita para Leluhur senjata api inipun muncul pada saat terjadinya perang di wilayah kerajaan Pea Langge di kala itu, yang mana di peroleh Melayu Pagaruyung dan Saudagar Islam dari bangsa Arab dan dibantu oleh kerajaan Aceh besar. Mendegar suara ledakan dari Bubuk mesiu dan pistol yang berpeluru timah bulat ini, banyak sekali Pasukan dari Oppung Bada yang merasa ketakutan, demikian juga armada perang yang megguanakan Gajah dan kuda banyak yang lari ketakutan karena tekejut oleh ledakan mesiu. Oleh sebab itu terobrak- abriklah pasukan dari Pea Langge, hingga pada suatu waktu tersebarlah berita bahwa Oppung Bada (panglima perang) sudah gugur di medan perang. Akhirnya jatuhlah kerajaan Pea Langge dan habis dibakar oleh musuh dan yang tertinggal hanyalah puing-puing dari kerajaan itu seperti arca-arca dan patug-patug batu yang berupa gajah, kuda, dan harimau. Patung dari batu-batuan inipun masih bisa kita dapati sampai sekarang di daerah salak sebagai bukti- bukti dari peniggalan kerajaan Pea Langge..
Maka dari itu Rakyat dari kerajaan Pea Langge beranjak pergi dari daerah itu ke;
  • Raja Uti IV selaku Pemimpin kerajaan Pea Langge dan para pengikutnya pergi menyingkir ke Pulau Mussung Babi ( kecamatan pulau banyak sekarang) di tengah-tengah samudra Hindia sebelah barat Sibolga. Dan di sana kepemimpinan Raja Uti IV. V, VI, dan VII dilanjutkan. Dan mereka membuat jurang-jurang pantai menjadi tembok pertahanan dari seragan musuh.
  • Sekelompok dari pemimpin Pea Langge dari keturunan kalingga (kholing) membawa para pengikutnya pergi menyingkir kesebebelah utara yang melewati sungai (Aek Ranuan) . Disana mereka membuat perkampungan yang dinamakan kerajaan Lingga ( Lingga Raja). kerajaan Lingga menjadikan jurang-jurang dari Aek Ranuan itu menjadi tembok pertahanan dari serangan musuh. Dan existensi dari generasi berikutnya/ keturunannya berbaur dengan keturunan Siraja Bahar (Karo) kerajaan LINGGA ini diduga berdiri di akhir abad ke-13 sekitar tahun 1390M dan kerajaan ini merupakan pecahan dari Pea Langge. Peninggalan dari kerajaan Lingga ini adalah Desa Lingga Raja ( di wilayah Sumbul pegagan hilir , Sumatra utara) dan suku batak yang Bermarga Lingga sekarang.
  • Sebagian dari rakyat Pea langge ada yang menyingkir ke daerah kerajaan Sipakpak di Dairi dan menjadi rakyat disana. Dari sisnilah muncul Raja Manghuntal dari Bakkara .
  • Sebagian dari rakyat Pea Langge ada yang menyingkir kedaerah kerajaan Sianjur Mulamuala dan menjadi rakyat disana. ( Khusunya suku Batak yang dikenal dengan orang yang bermarga Gajah saat ini).
Setelah jatuhnya kerajaan Pea Langge pada saat itu, suku batak belum mempunyai marga-marga seperti pada saat ini. Dan dibelakang hari setelah jatuhnya kerajaan Pea Langge banyak sekali muncul desa-desa( huta) baru di bawah kepemimpinan raja-raja kecil didaerah tanah batak.Dan kerap sekali tejadi perkelahian/ peperangan antar desa seiring dengan berkembangnya populasi penduduk. Mereka menganggap serangan itu adalah serangan dari suku lain. Oleh sebab itu Raja Malim pada saat itu selaku penasehat kerajaan , menganjurkan supaya ada baiknya dikalangan kerajaan-kerajaan Batak dimasa mendatang agar membuat identitas/ Marga dan sistim kekerabatan mereka masing-masing yang menganut sistem menarik garis keturunan dari Ayah/Amang ( sistem patrilinil) untuk mencegah terjadinya perang saudara.

Maka di generasi berikutnya mulailah muncul marga-marga itu dan dibuat menurut ; kelahiran, nama, julukan, sejarah kehidupan ,situasi tempat kehidupan seseorang dan lain sebaginya.

Artikel Terkait

Sejarah Kerajaan PEA LANGGE
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email